lt;script data-ad-client="ca-pub-8488281881136149" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js">Islam itu indah: Perjalanan Tauhid | Bagian 2

Selasa, 20 Desember 2011

Perjalanan Tauhid | Bagian 2

Cara dari orang yang telah mencapai kesempurnaan maqom Islam, bisa dilihat dari segi: “Orang tersebut tidak sampai meninggalkan ibadahnya walau hujatan maupun caci maki datang silih berganti”, seperti contoh, “Dimana kita bisa melestarikan kebajikan secara istikomah, maka segala ucapan dan kedengkian orang lain tidak sampai menyurutkan hati dan pikiran untuk selalu menjalankannya”. Sempurna iman terlahir karena Ridho dan Taslim (Menerima) terhadap segala cobaan dan kenikmatan yang ada, dan sempurnanya iman disini tidak bisa terjadi kecuali kehendak Allah SWT. Sedangkan yang dimaksud Ihsan, prakteknya harus denga adab dan ciri dari kesempurnaan Ihsan, “Akal dan hatinya tidak sampai menoleh dari pandangan orang lain kecuali hanya kepada Allah SWT”.

-Tambihun-

Bagi yang menjalankan ibadah dengan berpegangan Islam dan Iman atau yang disebut dengan nama “Nurut Tawajjuh” (Nur yang terdapat dari ibadah kita) tingkatan ini sifatnya masih mencari Nur Allah SWT. Sedangkna “Anwarul Muwajjah” (Nur yang datang ke kita sewaktu menghadap Allah) seperti yang ada pada maqom, Ihsan, wusul dan ma’rifat, maka Nur Allah SWT yang datang langsung, bukan sebaliknya Nur yang dicari



Keterangan :

Dimana mereka telah menguasai tingkat Islam dan Iman, menurut pandangan Ahlul Tauhid disebut , “Orang ini masih mencari Nur Allah SWT” dan belum termasuk maqom Ma’rifatillah. Sedangkan orang yang tealha menguasai tingkatan Ihsan (hanya melihat kebajikan Allah), atau maqom Wusul (pemahaman yang sampai kepada Allah) juga maqomMa’rifatillah. Sedangkan orang yang telah menguasai tingkatan Ihsan (hanya melihat kebajikan Allah) atau maqom Wusul (pemahaman yang sampai kepada Allah) juga maqom Tauhid (keyakinannya telah sampai kehadirat Allah) dan maqom Ma’rifat (memahami segala Sifat, Asma, Af’al dan Dzat Allah SWT) maka dalam maqom ini Nur Allah SWT yang datang menjumpai kita.

Memahami Nur Ilahiyyah terbagi menjadi tiga bagian :

Su’a'ul Basyiroh (Pantulan Cahaya) artinya orang yang sudah merasakan kedekatannya dengan Allah SWT (Muroqobah).
Ainul Basyiroh (Wujud dari terangnya cahaya Allah) artinya tidak melihat dirinya sendiri karena adanya Allah SWT (Maqom Syuhud).
Hakkul Basyiroh (Hakekatnya Cahaya Allah) artinya melihat wujudnya Allah, dan tidak melihat ada maupun tidak adanya kita (golongan ini sudah menduduki maqom Tamkin Warrusu’).

Keterangan :

Sifat dari ahli Su’a'ul Basyiroh, “Segala tingkah laku, kebaikan dan lainnya telah terjaga”. Maqom ini selalu menjaga lahir bathinnya dengan menafakuri keagungan Allah, sehingga seolah-olah Allah SWT selalu hadir dihadapan kita.
Sifat Ainul Basyiroh,”Lepasnya antara Sifat, Af’al, Asma’ kita (makhluk) karena ketariknya kita pada Nur Allah (Zadabiyyah) sehingga dengan ketertariknya ini seolah-olah kita tidak mempunyai wujud badan, kecuali hanya Dzat Allah.
Hakkul Basyiroh, “Penyatuan bathin terhadap ke-Esaan Allah SWT seperti melihat maupun tidaknya kita, kerusukhan hati kita hanya tertuju kepada Allah.

Mengenal Pandangan Alam

Terbagi menjadi 3 bagian :

Alam Mulku, tersirat dalam penglihatan panca indra dhohir atau tatapan mata
Alam Malakut, tersirat dalam pandangan ilmiah . bathiniah (hati dan fikiran)
Alam Jabarut, tersirat dalam panca indra ruh atau Sir (Fi Jaufil Qolbi / hati yang paling dalam), melihat semua hakikat Allah.

Susunan Riyadho

Setiap manusia yang berpegang pada ilmu tauhid, mereka tidak bisa naik derajatnya kecuali dengan taubat. Taubat itu sendiri tidak bisa berjalan mulus kecuali denganmuhasabah / menjaga segala tingkah laku. Perjalanan taubat tidak menaikkan derajat kecuali disertai dengan Muroqobah / selalu melihat adanya Allah SWT. Taubat Muhasabahdinamakan “Min Babi Man Arofah Nafsah / orang yang mengerti badan sendiri “atau maqom yang selalu memperbaiki tingkah laku. Taubat Muroqobah dinamakan “Min babi Man Arofah Robbah / orang yang mengerti keagungan Allah SWT” dan maqom ini bisa sampai kehadirat Allah SWT. Sewaktu muroqobah jalan, hasil yang kita peroleh adalah “Muhadoroh / Allah hadir”. Dari muhadoroh akan naik ke tingkat selanjutnya yaitu ”Musyahadah / melihatnya kita kepada Allah SWT”. Lalu dari musyahadah akan membuahkan maqom “Ma’rifatillah / mengerti dan memahami tentang Allah SWT”. Cara pandangan Ma’rifat / tajalli (jelas dan tahkik, bahwa Allah Hak) ada yang melalui Af’al, Sifat dan Dzat atau bisa juga melalui Asma’ Sifat dan Dzat.

Apabila melalui Af’al, maka dinamakan Tajalli fil Af’al
Apabila melalui Sifat, maka dinamakan Tajalli fi Sifat
Apabila melalui Dzat, maka dinamakan Tajalli fil Dzat
Apabila melalui Asma’ maka dinamakan Tajalli fil Asma’

Orang Salik / murid, yang sedang menempuh perjalanan ilmu Allah tahapannya melalui Tajalli Fil Af’al atau Asma’, yang diteruskan dengan tahapan selanjutnya yaitu fil Sifat dan Dzat. Sedangkan orang Mazdub (ketarik hati dan pikirannya kepada Allah perjalanannya melalui tahapan Dzat, turun ke Sifat terus ke Af’al atau Asma’. Kesempurnaan ilmu dalam mengenal ibadah kepada Allah SWT, apabila orang itu sudah pernah mengalami Salik dan Mazdub. Apbila Salik saja dalam perjalanan ini niscaya kuranglah sempurna atau Zadab saja, maka tidak SAH dijadikan guru atau mursyid.

Penataan tingkah laku / istiqomah dalam menaikkan derajat kepada Allah SWT, terbagi menjadi empat bagian :

Dzikir sampai membuahkan amal Soleh dan Nur
Tafakkur sampai datang ke tingkat Sabar dan membuahkan Thuma’ninah.
Iftiqor, selalu membutuhkan Allah SWT, sampai datang ke maqom Syukur dan membuahkan suatu kenikmatan abadi.
Mahabbah Ilallah, tidak menoleh terhadap lainnya kecuali Allah SWT, cara ini membuahkan Wusul dan menunggalkan Allah.

Bagi yang bisa menjalankan tingkat Dzikir (No.1) maka termasuk golongan Min Jumlati Sholihin (Ahli Sholihin) Bagi yang bisa menjalankan tingkat Dzikir dan Tafakkur (No.1 & 2) maka termasuk Minas Sholihin Kamil (Ahli Sholihin Kamil) Bagi yang bisa menjalankan tingkat Dzikir , Tafakkur dan Itiqor (No. 1,2 & 3) maka termasuk Min Auliyail Mutaqorribin (Kekasih Allah yang dekat) Bagi yang bisa menjalankan tingkat Dzikir , Tafakkur, Iftiqor dan Mahabbah Ilallah (No. 1,2,3 & 4) maka termasuk Min Ahli Tahkik Minas Siddikin (Min Auliyail Kamil) Juga bagi yang siappapun yang bisa menjalankan ke-4 tingkatan tadi dengan cara Mujahadah dan Riyadho maka kita sudah dinamakan Wilayatus Sugro atau “SAH” wilayahnya. Dinamakan pula dengan Maqom Wilayatul Makasib / wilayah yang dicari. Sedangkan yang menjalankan ke-4 tingkatan tadi dengan didasari sifat Mahabbah / kasih sayang, maka sudah dinamakanWilayatul Kubro atau sudah sempurna dalam tingkat kewaliannya / Wilayatul Kamil. Dinamakan pula Maqom Wiyatul Mawahib / jadiah dari Allah SWT. Yang dinamakan Wusul yaitu pemahaman, keyakinan dan tauhid kita kepada Allah. Sedangkan yang dinamakan Musyahadah terbagi menjadi 4 bagian diantaranya :

Musyahadah Uluhiyah
Musyahadah Rububiyah
Musyahadah Ahadiyyah
Musyahadah Wahidiyyah

Keterangan :
Musyahadah Uluhiyyah / Ilahiyyah adalah sewaktu kita melihat Hakekatnya Allah, maka yang kita rasakan adalah Rushu’ nya hati kita (bisa i’tidal / sebanding) atau bisa melihat makhluk dan melihat Allah seperti melihat wujud makhluk sewaktu kita melihat Allah, atau sebaliknya melihat Allah sewaktu melihat makhluk. Cara seperti ini dinamakan juga dengan istilah “Ummul Kitab / Hakekatnya Dzat”. Musyahadah Rububiyah adalah memilah atau menetapkan antara Allah dan makhluk (Min Haesu Hua Hua / Allah ya Allah, makhluk ya makhluk)Musyahadah Ahadiyyah (dinamakan juga Al-Qur’an / Dzat) adalah melihat Dzat Allah tanpa sifat dan Asma’ dan ini dinamakan “Bahrun Bila Maujin / Lautan tanpa ombak”. Musyahadah Wahidiyyah (dinamakan juga Al Furqon / Sifat) adalah melihat Allah dengan cara melihat Dzat dan SifatNya tanpa melihat makhluk (pribadi). Cara seperti ini dinamakan “Bahrun Bimaujin / Lautan dengan ombaknya”.

Pengertian Musyahadah / Tajalli

Yang tidak memahami badan sendiri disebut dengan maqom “Fana”
Yang memahami badan sendiri disebut dengan maqom “Baqo”
Yang memahami Allah, dan badan sendiri disebut dengan maqom “Jam’i”
Yang memahami Allah semata atau badan sendiri disebut dengan maqom “Farqi / Pisah”
Yang memahami Allah dan badan sendiri disebut dengan maqom “sohwi / sehat”
Yang memahami Allah semata disebut maqom “makwi / lebur”

Yang dinamakan Tajalli adalah hilangnya Dzat, Sifat dan Af’alnya kita dan masuknya Dzat, Sifat dan Af’alnya Allah.

Tajalli Fil Af’al

Hilangnya sifat Khoul (rekadaya / berandal), Kuah (Kekuatan) dan Irodah (kehendak) seorang hamba di isi dengan Af’al Allah. Seperti contoh melihatnya hamba qudratnya Allah, dengan cara melihat pada salah satu sifat makhluk,”Hamba memahami bahwa yang mendiamkan dan mengubah sesuatu apapun tak lain adalah Allah”.

Tajalli Fil Asma’

Tertutupnya hamba karena adanya Nur Asma’ Allah. Dalam hal ini hamba akan menjawab sewaktu ada ucapan yang menyebut Asma Allah. Awal tajalli fil Asma’ terlahir melalui Asma’ Wujud yang diteruskan dengan Asma’ Wahid dan selanjutnya Asma’ Allah. Sewaktu sedang tajalli fil asma’ maka hilanglah sifat Abdiyyah kita dan setelah itu naik ke sifat Arrohman dan sesudahnya Arobbah terus ke Sifat Al Muluk, Al Alim, Al Qodir dan lainnya.

Tajalli Fi Sifat

Menerimanya kita terhadap sifatnya Allah dan Sifat yang asal, Awal tajalli fi sifat terlahir dari sifat Hayat lalu sifat Ilmu, Sama’ Basor, Kalam, dan seterusnya.

Tajalli Fi Dzat

Hilangnya Dzat kita diganti dengan Dzat Allah. Awal tajalli fi Dzat dinamakan Tajalli Ahadiyyah (melihat Dzat Allah tanpa Sifat dan Asma’) lalu Tajalli Hawiyyah (sifat bathin Allah SWT yang terdapat pada makhluk) dan seterusnya Tajalli Iniyyah (Sifat dhohir Allah yang terdapat pada makhluk).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar